BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis
adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian
cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis
adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan
menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis
merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
B.
Anatomi
dan Fisiologi
Usus buntu
dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis Appendiks terletak di
ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian
posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia
anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah
Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan
pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens.
Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008).
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed
bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum.
Ukuran
panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan
bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks
dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh
saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal
dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal
dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini
diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara
aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana
memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig
A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi,
tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang
lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh,
khususnya saluran cerna (Nasution,2010).
C.
Etiologi
Berbagai
hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks
merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia
(pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor
apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll)
juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara
beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya
sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan
hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi
media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam
tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman
Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat
pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)
D.
Klasifikas
pendisitis
1.
Apendisitis
akut
Apendisitis akut adalah : radang
pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen
yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
Ø Hiperplasi limfonodi sub mukosa
dinding apendiks.
Ø Fekalit
Ø Benda asing
Ø Tumor.
Adanya
obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2.
Appendicitis
Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus
bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding
appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney,
defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
3.
Apendisitis
kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru
dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan
mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik
apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.
4.
Apendissitis
rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat
dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang
mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50
persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya
dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
5.
Mukokel
Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi
kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal
apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin
akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh
suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan
eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa
memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul
tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6.
Tumor
Apendiks
7.
Adenokarsinoma
apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa
ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena
bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan
yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya
apendektomi.
8.
Karsinoid
Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin
apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan
(flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya
ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi
serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai
keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis
sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks
menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang
reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
E.
Etiologi
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik
oleh hyperplasia Folikel lympoid Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi
karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami bendungan. Namun
elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran
limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
Appendiksitis akut local yang ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
Penyebab
lain yang muncul :
1.
Adanya benda asing seperti biji –
bijian, Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
2.
Infeksi kuman dari colon yang paling
sering adalah E. Coli dan streptococcus.
3.
Laki – laki lebih banyak dari wanita.
Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh
karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.
Tergantung pada bentuk appendiks
5.
Appendik yang terlalu panjang
6.
Messo appendiks yang pendek
7.
Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen
appendiks
8.
katup di pangkal appendiks
F.
Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai
akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari
faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam
beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi
penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid
merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik. Adanya benda
asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan
sebelunnya.Sebab lain misalnya keganasan ( Karsinoma Karsinoid ).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan
menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium
viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X
maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh
bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri
belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal
setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut
dengan appendisitis supuratif akut.Bila kemudian aliran arteri terganggu maka
timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding
apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila
omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau
perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai
appendisitis abses. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis,
apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan
daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah
ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat.Bila
appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul
dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.
G.
Maninfestasi
klinis
Apendisitis
memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
1. Mual,
muntah
2. Nyeri
yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di
perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah
beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah.
Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai
37,8-38,8° Celsius.
3. Pada
bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
4. Orang
tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa
menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
H.
Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu
(Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiology:
Ø Pemeriksaan fisik.
1. Inspeksi: akan tampak adanya
pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang
(distensi).
2. Palpasi: didaerah perut kanan bawah
bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri
(Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3. Dengan tindakan tungkai kanan dan
paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut
semakin parah (psoas sign)
4. Kecurigaan adanya peradangan usus
buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa
nyeri juga.
5. Suhu dubur (rectal) yang lebih
tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus
buntu.
6. Pada apendiks terletak pada retro
sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak
begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator
sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
Ø Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah,
yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga
sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka
kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Ø Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat
memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam
penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak.
Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 –
98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang
kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.
I. Penatalaksanaan
Tidak
ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan
intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan
appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat
dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya
laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan
akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit
dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi
perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat
apendisitis yang taktertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi
jarang.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A.
PENGKAJIAN
1. Identitas
Klien
klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor
register. Identitas penanggung jawab
2. Riwayat Kesehatan
Ø RKD:
Riwayat nyeri abdomen tidak terlokalisir, riwayat penyakit
askariasis, kebiasaan mengkonsumsi diet rendah serat,
konstipasi
Ø RKK:
riwayat neoplasma pada keluarga, pola makan dan diet keluarga, riwayat penyakit
DM, penyakit jantung.
Ø RKS:
·
Keluhan utama Klien akan mendapatkan
nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
·
Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
·
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus,
dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
·
Keluhan yang menyertai Biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
3. Pemeriksaan
Fisik
Dilakukan
secara head to toe meliputi system dan dikhusus kan pada system pencernaan :
·
Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu,
pernafasan) normal/tidak
·
Keadaan klien biasanya CMC
·
Kepala:
ü Rambut
: uraikan bentuk rambut seperti hitam, pedek, lurus, alopsia
ü Kulit
kepala : kotor/tidak kotor
·
Mata :
ü Kesimetrisan
: biasanya simetris ki dan ka
ü Konjungtiva
: anemis/tidak anemis
ü Sclera
: ikterik/ tdk ikterik
ü Mulut
dan gigi
·
Rongga mulut : kotor/tdk
·
Lidah : kotor/tdk
·
Dada dan thorak
I : simetris kiri dan
kanan
P: tidak adanya
pembengkakan dan nyeri tekan
P: normal/tdk
A: normal/tdk
·
Abdomen
I : perut tidak membuncit, tanpak bekas luka operasi post apendiktomi
I : perut tidak membuncit, tanpak bekas luka operasi post apendiktomi
P : nyeri tekan, dan
nyeri lepas, dikuadaran kanan bawah
P : tympani
A: bising usus (+) n:
5-35x/i
·
Genetalia
Observasi adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi skrotum untuk mengetahui ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
Observasi adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi skrotum untuk mengetahui ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
·
Rectum dan anus
I:
adanya hemoroid, lesi, kemerahan
P:
merasakan adanya massa
·
Kulit/ intagumen
I:
amati adanya perubhan dan pengurangan pigmentasi, pucat, kemerahan, sianosis,
lesi kulit, ikterik.
4. Aktivitas
sehari-hari
·
Makan, minum : biasanya klien mengalamin
gangguan pada pemenuhan kebutuhan makan dan minum karena mual, muntah dan
anorexia.
·
Eliminasi :
Biasanya
terjadi gangguan eliminasi terutama pada awitan awal dengan gejala konstipasi
·
Istirahat dan tidur
Biasanya
klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena rasa nyeri atau ketidaknyamanan
pada daerah abdomen.
·
Data psikologis
Biasanya
klien dan keluarga kakn merasa cemas dan khawatir dengan keadaannya
·
Data penunjang/laboratorium
Leukosit
: peningkatan > 10. 000/mm3
Pada
pemeriksaan USG/X-Ray ditemukan densitas pada kuadran kanan bawah.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Nyeri
berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh
inflamasi
2. Resiko
tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya
pertahanan utama.
3. Volume
cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
4. Nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
C. INTERVENSI
KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN
& KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
|
Nyeri berhubungan
dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
|
Tujuan : nyeri hilang
atau berkurang
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat. Intervensi : |
a. Pertahankan
istirahat dengan posisi semi-fowler Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi
dalam abdomen bawah atau pelvis,
b. Berikan
aktivitas hiburan Focus perhatian kembali,
c. Berikan
anlgesik sesuai indikasi.
d. Berikan
kantong es pada abdomen
|
a. menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang (supine)
b. meningkatkan
relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
c. Analgesic
dapat menghilangkan nyeri yang diderita pasien.
d. Menghilangkan
dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.
|
2.
|
Resiko
terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan perforasi pada Apendiks dan
tidak adekuatnya pertahanan utama.
|
Tujuan :
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi |
a. Awasi
tanda vital.
b. Lakukan
pencucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan
paripurna.
c. Lihan
insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
d. Beriakn
informasi yang tepat dan jujur pada pasien
e. Ambil
contoh drainage bila diindikasikan.
f. Berikan
antibiotic sesuai indikasi/ a. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis,
abses, peritonitis.
|
a. Perhatikan
demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
b. Menurunkan
resiko penyebaran bakteri.
c. Memberikan
deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan
peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d. Penetahuan
tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan
anxietas.
e. Kultur
pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism
penyebab dan pilihan terapi.
f. Mungkin
diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi
yang telah ada sebelumnya) utuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada
rongga abdomen
|
3.
|
Resiko berkurangnya
volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah.
|
Tujuan : cairan cukup
dalam tubuh dan mual, muntah tidak ada
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat. |
a. Awasi
TD dan nadi
b. Lihat
membrane mukosa, kaji turgor ulit dan pengisian kapiler
c. Awasi
masuk dan haluaran, catat warna urine, konsentrasi, berat jenis.
d. Auskultasi
bising usus. Cata kelancaran flatus, gerakan usus.
e. Berikan
sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan dengan
diet sesuai toleransi.
f. Pertahankan
penghisapan gaster/usus
g. Beriakn
cairan IV dan elektrolit
h. Tanda
yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.
|
a. Perhatikan
demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
b. Indikator
keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c. Penurunan
haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi cairan.
d. Indikator
kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
e. Menurunkan
muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
f. Dekompresi
usus, meningkatnya istirahat usus, mencegah muntah
g. Peritonium
bereaksiterhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan
dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.
|