Minggu, 02 Maret 2014

askep appendiksitis akut



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Definisi
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

B.      Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution,2010).

C.    Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)

D.    Klasifikas pendisitis
1.      Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
Ø  Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
Ø  Fekalit
Ø  Benda asing
Ø  Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2.      Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3.      Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4.      Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

5.      Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6.      Tumor Apendiks
7.      Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
8.      Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

E.     Etiologi
Appendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel lympoid Fecalit, benda asingstriktur karena Fibrasi karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami bendungan. Namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi Appendiksitis akut local yang ditandai oleh adanya nyeri epigastrium.
Penyebab lain yang muncul :
1.      Adanya benda asing seperti biji – bijian, Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
2.      Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus.
3.      Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.      Tergantung pada bentuk appendiks
5.      Appendik yang terlalu panjang
6.      Messo appendiks yang pendek
7.      Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
8.      katup di pangkal appendiks

F.     Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya keganasan ( Karsinoma Karsinoid ).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat.Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.










G.    Maninfestasi klinis
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
1.      Mual, muntah
2.      Nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
3.      Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut.
4.      Orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

H.    Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:
Ø  Pemeriksaan fisik.
1.      Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2.      Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3.      Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
4.      Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
5.      Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
6.      Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
Ø  Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Ø  Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.

I.       Penatalaksanaan
            Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani yakni:
1.      Perforasi dengan pembentukan abses.
2.      Peritonitis generalisata
3.      Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.






ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A.    PENGKAJIAN
1.      Identitas Klien
klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. Identitas penanggung jawab
2.      Riwayat Kesehatan
Ø  RKD: Riwayat nyeri abdomen tidak terlokalisir, riwayat penyakit     askariasis, kebiasaan mengkonsumsi diet rendah serat,     konstipasi
Ø  RKK: riwayat neoplasma pada keluarga, pola makan dan diet keluarga, riwayat penyakit DM, penyakit jantung.
Ø  RKS:
·         Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
·         Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
·         Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
·         Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.


3.      Pemeriksaan Fisik
Dilakukan secara head to toe meliputi system dan dikhusus kan pada system pencernaan :
·         Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernafasan) normal/tidak
·         Keadaan klien biasanya CMC
·         Kepala:
ü  Rambut : uraikan bentuk rambut seperti hitam, pedek, lurus, alopsia
ü  Kulit kepala : kotor/tidak kotor
·         Mata :
ü  Kesimetrisan : biasanya simetris ki dan ka
ü  Konjungtiva : anemis/tidak anemis
ü  Sclera : ikterik/ tdk ikterik
ü  Mulut dan gigi
·         Rongga mulut : kotor/tdk
·         Lidah : kotor/tdk
·         Dada dan thorak
I : simetris kiri dan kanan
P: tidak adanya pembengkakan dan nyeri tekan
P: normal/tdk
A: normal/tdk
·         Abdomen
I : perut tidak membuncit, tanpak bekas luka operasi post apendiktomi
P : nyeri tekan, dan nyeri lepas, dikuadaran kanan bawah
P : tympani
A: bising usus (+) n: 5-35x/i
·         Genetalia
Observasi adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi skrotum untuk mengetahui ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
·         Rectum dan anus
I: adanya hemoroid, lesi, kemerahan
P: merasakan adanya massa
·         Kulit/ intagumen
I: amati adanya perubhan dan pengurangan pigmentasi, pucat, kemerahan, sianosis, lesi kulit, ikterik.
4.   Aktivitas sehari-hari
·         Makan, minum : biasanya klien mengalamin gangguan pada pemenuhan kebutuhan makan dan minum karena mual, muntah dan anorexia.
·         Eliminasi :
Biasanya terjadi gangguan eliminasi terutama pada awitan awal dengan gejala konstipasi
·         Istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada daerah abdomen.


·         Data psikologis
Biasanya klien dan keluarga kakn merasa cemas dan khawatir dengan keadaannya
·         Data penunjang/laboratorium
Leukosit : peningkatan > 10. 000/mm3
Pada pemeriksaan USG/X-Ray ditemukan densitas pada kuadran kanan bawah.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi
2.   Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
3.   Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
4.   Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.








C.     INTERVENSI KEPERAWATAN

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1.










Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
Tujuan : nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a.       Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,
b.      Berikan aktivitas hiburan Focus perhatian kembali,
c.       Berikan anlgesik sesuai indikasi.
d.      Berikan kantong es pada abdomen
a.       menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang (supine)
b.      meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
c.       Analgesic dapat menghilangkan nyeri yang diderita pasien.
d.      Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

2.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi
a.       Awasi tanda vital.
b.      Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan paripurna.
c.       Lihan insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
d.      Beriakn informasi yang tepat dan jujur pada pasien
e.       Ambil contoh drainage bila diindikasikan.
f.       Berikan antibiotic sesuai indikasi/ a. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.


a.       Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
b.      Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c.       Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d.      Penetahuan tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan anxietas.
e.       Kultur pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism penyebab dan pilihan terapi.
f.       Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi yang telah ada sebelumnya) utuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen
3.
Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah.
Tujuan : cairan cukup dalam tubuh dan mual, muntah tidak ada
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.
a.       Awasi TD dan nadi
b.      Lihat membrane mukosa, kaji turgor ulit dan pengisian kapiler
c.       Awasi masuk dan haluaran, catat warna urine, konsentrasi, berat jenis.
d.      Auskultasi bising usus. Cata kelancaran flatus, gerakan usus.
e.       Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
f.       Pertahankan penghisapan gaster/usus
g.      Beriakn cairan IV dan elektrolit
h.      Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.


a.       Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
b.      Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c.       Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi cairan.
d.      Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
e.       Menurunkan muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
f.       Dekompresi usus, meningkatnya istirahat usus, mencegah muntah
g.      Peritonium bereaksiterhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.